Zakat Profesi

Zakat profesi merupakan harta yang dikeluarkan seseorang dari harta yang telah diperolehnya jika sudah mencapai nishab. Nishab zakat profesi yaitu jika harta yang dimiliki setara dengan harga 85 gram emas 24 karat dalam satu tahun (haul).

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, penghasilan yang dimaksud ialah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lainnya yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai, karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Zakat profesi memang merupakan hasil ijtihad para ulama mutaakhir yang belum pernah ada di zaman Rasulullah saw, sehingga wajar jika terjadi banyak perbedaan pendapat. Namun demikian, Musyawarah Nasional Tarjih XXV tahun 2000 di Jakarta telah menetapkan bahwa zakat profesi itu hukumnya wajib, dengan ketentuan nisab setara dengan 85 gram emas 24 karat, dan kadarnya sebesar 2,5%. Dalam hal ini berarti zakat profesi diqiyaskan kepada zakat mal (harta).

Sedangkan mengenai pengeluarannya, sebagaimana telah dibahas dan dimuat dalam Tanya Jawab Agama Jilid III cetakan ke-3 halaman 157-159, dan Jilid V cetakan ke-2 halaman 95-96, Tim saat ini masih cenderung berpendapat bahwa zakat profesi dikeluarkan setelah dikurangi biaya hidup yang ma’ruf (layak), yaitu yang benar-benar biaya kebutuhan pokok atau kebutuhan primer, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Dan ukurannya adalah sesuai dengan ‘urf masing-masing daerah.

Hal ini didasarkan pada firman Allah:

يَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَيَسۡ‍َٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ

٢١٩

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (QS. Al-Baqarah: 219)

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa menurut Ibnu Abbas, al-‘Afw adalah “sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga”. Demikian juga diriwayatkan dari Ibnu Umar, Mujahid, ‘Atha, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Muhammad bin Ka’ab, Hasan, Qatadah, Qasim, Salim, ‘Atha Khurasani, Rabi’ah bin Anas, dan lainnya berpendapat bahwa arti al-‘Afwu dalam ayat tersebut adalah “lebih”.

Hal ini juga ditunjukkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abu Hurairah:

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ عِنْدِي دِينَارٌ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى أَهْلِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ فَأَنْتَ أَبْصَرُ.

Artinya: “Seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, saya memiliki satu dinar. Lalu Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah untuk dirimu sendiri. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah kepada keluargamu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Nafkahkanlah kepada anakmu. Ia berkata lagi: Saya mempunyai yang lain lagi. Rasulullah saw menjawab: Kau (berarti sudah) mempunyai kelapangan.”

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan seseorang, istri, dan anaknya lebih didahulukan daripada kebutuhan orang lain.

Muslim juga meriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah saw berkata kepada seorang laki-laki:

ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا

[رواه مسلم]

Artinya: “Berikanlah terlebih dahulu untuk kepentingan dirimu; bila lebih, maka untuk istrimu; bila masih lebih, maka untuk keluarga terdekatmu; bila masih lebih lagi, berikanlah untuk lain-lain.” [HR. Muslim]

Meskipun hadis-hadis ini adalah tentang sedekah sunnah, tetapi secara umum memberikan petunjuk tentang etika Islam dalam berinfak, dan bahwa sasarannya adalah “sesuatu yang lebih”, sebagaimana yang dipahami oleh Jumhur Ulama.

Pengambilan zakat dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan, karena biaya hidup terendah merupakan kebutuhan pokok seseorang.

Sehubungan zakat profesi diqiyaskan kepada emas, maka disyaratkan adanya haul. Jadi, semua harta yang didapat selama satu tahun berjalan digabungkan, dan jika ada sisa harta dalam satu tahun yang mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.

Tetapi dalam hal ini boleh juga mempercepat pengeluaran zakat. Hal ini berdasarkan hadis dari Ali r.a.:

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ

[رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلاَّ النَّسَائِيّ]

Artinya: “Bahwa Abbas bin Abdul Muthallib bertanya kepada Rasulullah saw dalam menyegerakan (mempercepat) pengeluaran zakatnya sebelum datang waktu halalnya (satu tahun), lalu Nabi saw mengizinkan hal itu.” [HR. lima ahli hadis kecuali an-Nasa’i]

Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar menyebutkan bahwa sanad hadis ini ada komentar, tetapi dikuatkan oleh hadis-hadis lain, di antaranya riwayat Abu Dawud dan Thayalisi dari hadis Abu Rafi’:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعُمَرَ: إنَّا كُنَّا تَعَجَّلْنَا صَدَقَةَ مَالِ الْعَبَّاسِ عَامَ اْلأَوَّلِ

Artinya: “Sesungguhnya Nabi saw. berkata kepada Umar: Sesungguhnya kami telah mempercepat pengeluaran zakat harta Abbas pada tahun pertama.”

Jadi, jika mempunyai penghasilan tetap yang bisa diprediksi jika dihitung untuk waktu satu tahun ke depan telah mencapai nisab, maka bisa dikeluarkan zakatnya pada saat mendapatkan penghasilan itu.

Contoh Perhitungan Zakat Profesi

Gaji seorang pegawai sebuah perusahaan swasta nasional adalah Rp. 3.500.000,- per bulan. Setelah dipotong biaya hidup sehari-hari seperti biaya dapur/makan, pendidikan, kesehatan, listrik, pembayaran hutang dan kebutuhan pokok lainnya ternyata masih tersisa Rp. 1.850.000,- Jika dikalkulasi, dalam setahun ia mendapat Rp. 1.850.000,- x 12 = Rp. 22.200.000,-. Nishab zakat profesi adalah setara harga 85 gr emas murni 24 karat. Jika harga emas murni 24 karat per gram adalah Rp. 250.000,-, maka nishab zakat profesi adalah Rp. 21.250.000.

Dengan demikian, gaji pegawai tersebut sudah mencapai nisab dan ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % x Rp. 1.850.000,- = Rp. 46.250,- jika dikeluarkan per bulan, atau 12 x 2,5 % x Rp. 1.850.000,- = Rp. 555.000,- jika dikeluarkan per tahun.

Sumber : Tarjih.or.id